Abu Yasher berlari kencang melewati bekas reruntuhan bangunan yang dihancurkan zionis israel pada musim panas tahun lalu. Nafasnya memburu cepat, peluh menetes satu-satu keluar dari pori kulitnya, namun semua itu tak sampai menyurutkan gerakan kakinya untuk melaju lebih cepat. Ia segera bersembunyi dibalik reruntuhan ketika mendengar suara tank bergerak dari kejauhan. Dan kembali berlari ketika suasana dirasa telah aman. Tak ada yang difikirkan oleh ayah dari lima orang anak yang sedang menunggu kehadirannya dirumah selain segera sampai dengan selamat.
"Abi, tadi malam Shafira bermimpi indaaah sekali. Shafira bermimpi sedang bermain disebuah kolam susu yang sangat besar. Shafira senang sekali karena pemilik kolam tersebut mengizinkan Shafira meminum dan bermain sepuasnya disana. Shafira berdoa semoga suatu saat nanti Allah memberikan rizki untuk Shafira agar bisa meminum susu yang enak rasanya seperti dalam mimpi Shafira."
Mata Abu Yasher berkaca mengingat celoteh anaknya yang baru berusia tiga tahun saat menceritakan mimpinya beberapa hari lalu. Sudah setahun terakhir ia dan keluarganya hidup memprihatinkan akibat bom israel yang mendarat di kawasan tempat tinggalnya. Abu Yasher memegang erat bungkus plastik berisi dua buah kaleng susu ditangannya. Setelah menyusuri sudut kota dan mendapati hampir semua toko tutup akhirnya ia berhasil menemukan sebuah toko yang terbuka meski letaknya jauh dari rumah. Dalam suasana mencekam seperti saat ini, hal yang dilakukan Abu Yasher merupakan tindakan yang berbahaya. Penduduk sipil yang lain lebih memilih berada dalam rumahnya masing-masing untuk menghindari tentara israel yang semakin hari semakin gencar melakukan serangan, tidak berkurang bahkan saat bulan ramadhan tiba. Tidak hanya menjatuhkan bom udara tentara israel juga melakukan serangan darat. Mereka akan menembak warga yang mereka jumpai dijalan, tak perduli lelaki, perempuan, tua, muda bahkan anak kecil sekalipun.
"Stop!" Sebuah suara menghentikan langkah Abu Yasher dengan pistol terarah tepat dibelakang kepalanya. Ia mengeratkan genggaman plastik ditangannya seolah nyawanya berada disana.
"Siapa kamu dan ada perlu apa melewati jalan ini? Tidakkah kamu tahu bahwa daerah ini adalah kawasan kami?" Seorang tentara israel menempelkan senjatanya ke kepala Abu Yasher.
"Saya hanya warga biasa yang tidak sengaja melewati tempat ini. Tolong biarkan saya pergi!" jawab Abu Yasher dengan degup jantung yang memompa berkali lebih cepat dari biasanya. Wajah istri dan anak-anaknya terbayang jelas dalam benaknya saat ini.
"Apa yang kau bawa ditanganmu?" Tanya tentara itu lagi tanpa menggeser seincipun senapan dari kepala Abu Yasher.
"Hanya sekaleng susu!" jawab Abu Yasher.
"Sampah ini bukan makanan untuk kalian!" tentara israel itu merebut plastik dari tangan Abu Yasher. Lalu melempar kaleng susu itu ke tanah kemudian menginjaknya.
Abu Yasher menatap kaleng susu yang telah koyak ditanah dengan pandangan nanar. Tanpa diduga ia langsung menyerang tentara israel dihadapannya dengan mulut yang tak putus menyebut asma Allah. Setelah pergulatan yang hebat Abu Yasher berhasil melumpuhkan tentara israel itu lalu segera pergi menjauh sebelum tentara-tentara yang lain datang menolong.
*****
"Abi!" Shafira langsung memburu ayahnya yang baru saja tiba dirumah. Abu Yasher memeluk putri satu-satunya itu dengan perasaan sedih. Maafkan abi nak, karena belum bisa membawakan susu untukmu.
Maghrib hampir tiba, keluarga Abu Yasher duduk mengelilingi makanan berbuka puasa yang sangat sederhana diatas tikar berlapis tanah. Kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya.
"Assalamualaikum, ini ada susu titipan ummi untuk keluarga Abu Yasher," seru Ahmed sambil menyerahkan bungkusan ditangannya.
"Alhmdulillah, sampaikan salam dan ucapan terimakasih kami untuk ayah dan ibu mu, Ahmed." ucap Ummu Yasher sambil mengantar kepulangan Ahmed.
Shafira berlari-lari bahagia melihat bungkusan susu ditangan umminya.
"Alhamdulillah, terimakasih ya Allah sudah mengabulkan doa Shafiraa" ucap Shafira penuh syukur. Abu Yasher melihatnya dengan pandangan haru, hati dan mulutnya tak henti bertasbih memuji kuasa Allah atas rizki yang telah diberikan untuk keluarganya. "Alhamdulillah, hadiah ini Allah berikan untuk Shafira karena Shafira telah berhasil berpuasa sehari penuh diawal ramadhan tahun ini," ujar Ummu Yasher sambil menuangkan susu pada gelas kecil milik Shafira.
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Adzan maghrib tiba, keluarga Yasher mulai membaca doa berbuka. Namun belum sempat mereka membatalkan puasa, tiba-tiba pintu rumah Abu Yasher dibuka paksa oleh serombongan tentara bersepatu laras.
"Kita bertemu lagi!" seru tentara israel yang kepalanya berbalut luka akibat baku hantam dengan Abu Yasher sore tadi.
"Ini balasan untukmu, wahai manusia hina!" Sebuah tembakan mendarat di bahu Abu Yasher. Ia terjatuh duduk sambil mengerang kesakitan. Kemudian senjata berapi itu berganti arah pada tubuh Ummu Shafira dan memuntahkan pelurunya berkali kali hingga tubuhnya jatuh ke lantai bersimbah darah.
"UMMII!!!" Suara jerit tangis anak-anak memekik pilu. Belum selesai sampai disana kini corong senjata itu mengarah pada tubuh Yasher sang sulung, kemudian berganti pada Ali, Uwais dan Hasan. Abu Yasher bergerak maju berusaha melindungi anak-anaknya. Namun terlambat lesatan peluru itu lebih cepat dari langkah kaki Abu Yasher yang terseret karena menanahan rasa sakit dari bahunya.
Tertinggal si kecil Shafira yang sedari tadi menangis ketakutan disamping jasad sang ummi sambil memegang gelas susu dalam dekapanya. Abu Yasher langsung memeluk Shafira berusaha melindunginya dari arahan peluru tentara biadab dihadapannya.
"Ucapkan selamat tinggal pada anak tersayangmu, bapak tua!" salah seorang tentara zionis mengambil paksa Shafira dari dekapan ayahnya. Abu Yasher kemudian dilumpuhkan dengan tembakan pada masing-masing bahu dan kedua kakinya. Tubuh Abu Yasher pun luruh ke lantai. Namun kesadarannya masih tersisa saat ia menyaksikan Shafira diangkat tinggi-tinggi ke langit rumah lalu dihempaskan ke lantai dengan lemparan yang menyakitkan. Puluhan peluru menyusul bersarang pada tubuh kecil Shafira yang terjatuh disamping gelas kecil miliknya, isinya tumpah dan telah bercampur dengan darah.
Abu Yasher memejamkan matanya saat tentara-tentara itu mendekati tubuhnya yang sudah tidak berdaya. Ketika satu tembakan akhir menghantam kepalanya, bayangan surga indah telah hadir didepan matanya. Menantinya bersama dengan senyum seluruh keluarganya.
0 Comments
Posting Komentar